Sabtu, 02 April 2011

POLIGAMI?

Oleh: Kholda Naajiyah


Pelaku poligami dituduh merendahkan perempuan karena menjadikannya sebagai budak nafsu. Suami poligami berarti mengabaikan hak-hak perempuan. Bila yang berpoligami pria bejat, itu bisa saja terjadi. Bahkan suami monogami pun kerap mengabaikan hak-hak perempuan.

Tapi bagi suami yang taat dan takut kepada Allah SWT, insya Allah kekhawatiran di atas bisa ditepis. Justru poligami adalah bentuk kecintaan dan perhatian lebih pada kaum perempuan.

Kebolehan poligami memberi peluang besar bagi perempuan untuk menikmati kehidupan berumah tangga. Perawan tua yang tak juga menemukan jodoh perjaka, diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menikah dengan pria beristri.

Ini bisa menjadi solusi atas problem sosial di masyarakat. Misalnya fakta di sebagian wilayah di mana jumlah perawan tua atau janda banyak, karena lelaki banyak yang terbunuh di dalam peperangan atau konflik.

Bagi perempuan mandul, poligami menjadi jalan untuk menikmati rasanya menjadi ibu. Sebab jika suaminya menikah lagi dan memiliki anak, itu otomatis menjadi 'anaknya'.

Poligami juga mampu meningkatkan taraf ekonomi kaum perempuan. Bukankah seorang wanita yang semula tidak memiliki apa-apa, akan mendapatkan nafkah dan waris jika dinikahi laki-laki meski telah beristri? Seperti janda dan anak-anaknya, akan mendapat jaminan nafkah dan terangkat perekonomiannya dengan adanya suami yang memperistrinya, meski poligami.

Perempuan yang memberi izin suami poligami, juga bisa lebih berkonsentrasi untuk ibadah dan mengawasi anak-anak. Maklum, terkadang istri begitu capek hingga tak mampu beribadah maksimal. Sebab ia harus mengerjakan berbagai urusan rumah tangga yang tak ada habis-habisnya. Akhirnya, bisa jadi ibadahnya kurang khusyu'.

Tapi, dengan tidak adanya suami (karena berada di rumah istri yang lain), membuatnya lebih konsentrasi ibadah, bisa leluasa puasa sunah, membaca Alquran, dakwah, membaca buku, dll.

Ia juga lebih bisa memanjakan dirinya. Seperti merawat tubuh, menekuni hobi, olah raga, dll yang selama ini kurang mendapat porsi waktu. Dengan demikian hak-haknya sebagai perempuan justru lebih terjamin.

Menginapnya suami dengan istri yang lain, meringankan beban perempuan itu. la bisa lebih "santai" tanpa dikejar kewajiban untuk melayani kebutuhan suami, termasuk kebutuhan biologis. Jadi sangat salah anggapan bahwa istri yang dipoligami dijadikan budak nafsu.

Ujian Kepemimpinan

Bagi Muslim taat, poligami bukanlah pilihan ringan. Poligami sebuah konsekuensi syariat yang berat tanggungannya dunia dan akhirat. Karena itu tidak semua Muslim yang taat punya kehendak berpoligami. Hanya mereka yang mampu dan siap lahir batin saja yang berani mengambil risiko itu. Bisa dibilang satu dari seribu.

Dalam konteks kepemimpinan, poligami adalah ajang pembuktian dari kemampuan seorang laki-laki dalam memimpin. Di situlah kepemimpinan seorang suami teruji, apakah ia mampu mengelola keluarga besarnya dengan baik dan seadil-adiinya. Bukankah suami adalah qowam (pemimpin) rumah tangga?

Firman Allah SWT: "Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka..."(TQS An-Nisa [4]:34).

Keluarga adalah institusi terkecil yang butuh pemimpin. Allah SWT menetapkan kepemimpinan itu di pundak suami. Ketika ia menikahi satu istri, kepiawaiannya memimpin tentu berbeda dibanding saat menikah dengan lebih dari satu istri. Ketika ia memiliki dua anak saja, kepemimpinannya tentu berbeda dengan ketika ia memiliki delapan anak misalnya.

Ibarat organisasi, semakin banyak jumlah anggotanya, semakin besar tanggung jawab seorang pemimpin. Permasalahan yang dihadapi semakin kompleks. Otomatis kemampuan dia menyelesaikan masalah, berinovasi, memotivasi anggota, dst semakin diuji.

Ketika ia diserahi tugas sebagai pejabat, setidaknya jiwa kepemimpinannya lebih teruji. Karena itu, tuduhan bahwa pria berpoligami selalu menyalahgunakan jabatannya tidak relevan.

Reduksi Syariat Islam

Bung Karno yang dikagumi sebagai putra terbaik bangsa ini pun berpoligami. Tapi tak pernah diusik. Pemujanya masih loyal hingga kini. Giliran ulama atau tokoh Islam, langsung 'dibantai'. Karena yang ditohok memang Islam, bukan tokohnya.

Ironisnya, saat poligami dicaci, selingkuh diamini. Buktinya, sewaktu pemilihan caleg dulu, pejabat yang dikenal suka main perempuan dan mencalonkan diri jadi caleg, tidak ada yang mem-blacklist. Tidak ada yang berkampanye "jangan pilih caleg selingkuh". Termasuk aktivis perempuan, tidak ada yang lantang menyuarakan agar tidak memilih pejabat yang punya wanita idaman lain (WIL). Itu karena memang Islamlah yang dipersoalkan. Bukan sekadar tokoh-tokoh pelaku poligami itu.

Ini seiring dengan cita-cita mereka untuk merevisi UU Perkawinan untuk menghapus poligami dari hukum positif di negeri ini. Upaya mereka sejalan dengan agenda sekulerisme di tanah air. Bahkan kalau perlu, seluruh aturan yang berbau syariat Islam lenyap dari negeri muslim terbesar ini. Itulah yang harus kita waspada.



________________________________________________________________


“Sampaikanlah walaupun hanya satu ayat”
Jika ikhwan wa akhwat fiLLAH meyakini adanya kebenaran di dalam tulisan dan fans page ini, serta ingin meraih amal shaleh, maka sampaikanlah kepada saudaramu yang lain. Bagikan (share) tulisan/gambar ini kepada teman-teman facebook yang lain dan mohon bantuannya untuk mengajak teman-teman anda sebanyak mungkin di HALAQOH ONLINE, agar syiar kebaikan dapat LEBIH TERSEBAR LUAS DI BUMI INI....

Ikhwan wa akhwat fiLLAH juga bisa mentag pada gambar ini....

fans page HALAQOH ONLINE
http://www.facebook.com/halqohonline

________________________________________________________________

dan ikhwan wa akhwat fiLLAH mari bersama dukung gerakan Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah, dengan menyukai fans page di bawah ini.

fans page Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah
http://www.facebook.com/hidupsejahteradibawahnaungankhilafah

________________________________________________________________

Jazaakumullah Khairan wa Syukron Katsiiran 'Alaa Husni Ihtimaamikum.

Tidak ada komentar: