Rabu, 02 Februari 2011

Kewajiban zakat dan faedehnya

WAJIB zakat merupakan perintah Allah SWT yang tertulis dalam Alquran dan menjadi salah satu pilar rukun Islam. Sebaliknya pengertian zakat tidak sekadar zakat fitrah yang dikeluarkan setiap Ramadan, tapi ada zakat mal, zakat profesi, dan sejumlah jenis zakat lainnya yang wajib dikeluarkan bagi umat yang sudah memenuhi persyaratan berzakat. Sedangkan mengeluarkan zakat fitrah pada bulan Ramadan merupakan pembersih diri agar ibadah puasa yang dijalankan menjadi sempurna.
Selain memang hukumnya wajib, zakat juga menjadi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan umat manusia, saking pentingnya dicontohkan pasca wafatnya Rasulullah, khalifah Abu Bakar Siddiq harus berjuang keras memerangi kaum pembangkang zakat. Dikisahkan saat itu para pembangkang zakat sempat menyerbu Madinah dengan maksud melemahkan semangat dan supaya khalifah mau mengalah soal kewajiban zakat itu. Namun sebaliknya, semangat dan kegigihan pendirian Abu Bakar tak sedikitpun goyah. “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan kuperangi,” kata Abu Bakar.
Semangat atau spirit zakat sebenarnya kembali kepada diri kita sendiri, selain berfaedah membersihkan harta, secara sosial berzakat menciptakan rasa keadilan bagi kalangan yang tidak mampu. Apalagi, jika masyarakat mengeluarkan zakat secara kolektif atau berjemaah melalui lembaga amil zakat misalnya, maka berguna bagi masyarakat yang kekurangan. Sebab jika dilakukan sendiri-sendiri, zakat yang diterima paling hanya mampu menopang hidup sehari dua hari, tetapi kalau masyarakat berzakat secara kolektif atau melalui lembaga amil zakat, maka hasilnya akan dapat memberdayakan masyarakat untuk program kesejahteraan berkelanjutan.
Bila dikaji secara mendalam tentang pengertian zakat, menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Sedangkan menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
Sementara itu, mengenai istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah. Terdapat beberapa penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah, seperti nama: Zakat (QS. Al Baqarah : 43), Shadaqah (QS. At Taubah : 104), Haq (QS. Al An’am : 141), Nafaqah (QS. At Taubah : 35), Al ‘Afuw (QS. Al A’raf : 199).
Menurut syariat, zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Terdapat bermacam-macam zakat, diantaranya zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah dan zakat Maal (harta). Adapun syarat-syarat wajib zakat adalah Muslim, Aqil, Baligh dan memiliki harta yang mencapai nishab.
Â
Pengertian zakat maal (harta) menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Sedangkan menurut syara’, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Karenanya, sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai dan dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
Adapun syarat-syarat kekayaan yang wajib di zakati diantaranya milik penuh (Almilkuttam), yaitu harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
Syarat kedua adalah berkembang, yaitu: harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. Ketiga syaratnya cukup nishab, artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat
Syarat lainnya, lebih dari kebutuhan pokok (Alhajatul Ashliyah). Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
Persyaratan yang lain yakni bebas dari hutang, orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. Juga harus sudah berlalu satu tahun (Al-Haul), maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
Lalu apa saja harta (maal) yang wajib di zakati? Diantaranya binatang ternak berupa hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). Begitu juga emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
Bagaimana dengan barang dagangan? Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb. Tentang hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. Sedangkan ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. Terakhir rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Begitu juga dengan zakat profesi? Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan “zakat”. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara’).
Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Pada awalnya zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

Tidak ada komentar: